BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagai
mana kita ketahui bahwa di Negara kita masih terdapat disana sini ketidak
adilan, baik ditataran pemerintahan, masyarakat dan disekitar kita, Ini terjadi
baik karena kesengajaan atau tidak sengaja ini menunjukkan Rendahnya kesadaran
manusia akan keadilan atau berbuat adil terhadap sesama manusia atau dengan
sesama makhluk Hidup. Seandainya di negara kita terjadi pemerataan keadilan
maka saya yakin tidak tidak akan terjadi perotes yang disertai kekerasan,
kemiskinan yang bekepanjangan, peranpokan, kelaparan, gizi buruk dll. Mengapa
hal diatas terjadi karena konsep keadilan yang tidak diterapkan secara benar,
atau bisa kita katakan keadilan hanya milik orang kaya dan penguasa. Dari latar
diatas penulis akan mencoba untuk
memberikan sebuah konsep keadilan sehingga diharapkan nantinya dapat
meminimalisi ketidak adilan yang terjadi di indonesia.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah keadilan itu ?
2.
Bagaimana keadilan sosial di indonesia ?
3.
Macam – macam keadilan itu apa saja ?
4.
Apakah kejujuran itu ?
5.
Apa yang menyebabkan kecurangan ?
6.
Apakah pemulihan nama baik itu ?
7.
Apa itu pembalasan ?
C.
Tujuan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk memahami makna adil dan keadilan sosial di
Negara kita sebagai pengetahuan untuk menambah wawasan bagi penulis khususnya,
dan pembaca pada umumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Keadilan
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata adil berarti tidak berat sebelah atau tidak
memihak atau sewenang-wenang, sehingga keadilan mengandung pengertian sebagai
suatu hal yang tidak berat sebelah atau tidak memihak atau sewenang-wenang.
Keadilan
adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Jika
kita mengakui hak hidup kita, maka sebaliknya kita wajib mempertahankan hak
hidup denganbekerja keras tanpa merugikan orang lai. Halm ini disebabkan olerh
karena orang lain pun mempunyai hak hidup seperti kita. Jika kita pun mengakui
hak hidup orang lain, kita wajib memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
mempertahankan hak hidupmereka sendiri.jadi, keadilan pada pokoknya terletak
pada keseimbanganatau keharmonisan antara menuntut hak, dan menjalankan
kewajiban.
Dalam
bukunya M. Munandar sulaiman, menyatakan pengertian keadilan menurut beberapa
teori antara lain :
Menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam
tindakan manusia. Kelayakan diartiaka sebagai titik tengah diantara kedua ujung
ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Menurut Plato merupakan proyeksi pada diri
manusia sehingga orang yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalika diri
dan perasaanya dikendalikan oleh akal
Menurut Socrates merupakn proyeksi pada pemerintah karena pemerintah
adalah pimpinan pokok yang menetukan dinamika masyarakat keadilan tercipta
bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan
tugasnya dengan baik.
Mengapa
diproyeksikan pada pemerintah, sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang
menentukan dinamika masyarakat.
Didalam
Al-Qur’an sangat jelas sekali perintah untuk berbuat Adil.
Allah
SWT. Berfirman :
Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS.
An-Nahl : 90)
B.
Keadilan Sosial
Berbicara
tentang keadilan, anda tentu ingat akan dasar negara kita ialah Pancasila. Sila
kelima Pancasila, berbunyi: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”
Dalam dokumen lahirnya Pancasila diusulkan oleh Bung Karno adanya prinsip
kesejahteraan sebagai salah satu dasar negara. Selanjutnya prinsip itu
dijelaskan sebagai prinsip ” tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka”.
Dari usul dan penjelasan itu nampak adanya pembauran pengertian kesejahteraan
dan keadilan.
Bung
Hatta dalam uraiannya mengenai sila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”, menulis sebagai berikut ” keadilan sosial adalah langkah yang
menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur” , Selanjutnya
diuraikan bahwa para pemimpin Indonesia yang menyusun UUD 45 percaya bahwa
cita-cita keadilan sosial dalam ekonomi ialah dapat mencapai kemakmuran yang
merata. Langkah-langkah menuju kemakmuran yang merata diuraikan secara
terperinci.
Panitia
ad-hoc majelis permusyawaratan rakyat sementara 1966 memberikan perumusan
sebagai berikut :
“Sila
keadilan sosial mengandung prinsip bahwa setiap orang di Indonesia akan
mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, ekonomi dan
kebudayaan”.
Dalam
ketetapan MPR RI No.II/MPR/ 1978 tentang pedoman penghayatan dan pengalaman
Pancasila (ekaprasetia pancakarsa) dicantumkan ketentuan sebagai berikut.
“Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia manusia Indonesia
menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam
kehidupan masyarakat Indonesia”.
Selanjutnya
untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci perbuatan dan sikap yang perlu
dipupuk, yakni :
Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan;
Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan
kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain;
Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan; Sikap suka bekerja keras; Sikap menghargai hasil karya orang lain yang
bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Asas
yang menuju dan terciptanya keadilan sosial itu akan dituangkan dalam bergai
langkah dan kegiatan, antara lain melalui delapan jalur pemerataan yaitu :
Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat
banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan,
Pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan; Pemerataan pembagian pendapatan; Pemerataan kesempatan kerja; Pemerataan kesempatan berusaha; Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam
pembangunan khususnya bagi generasi mudadan kaum wanita; Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh
wilayah tanah air; Pemerataan kesempatan
memperoleh keadilan;
Keadilan
dan ketidak adilan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia karena dalam
hidupnya manusia menghadapi keadilan / ketidak adilan setiap hari. Oleh sebab
itu keadilan dan ketidak adilan, menimbulkan daya kreativitas manusia. Banyak
hasil seni lahir dari imajinasi ketidakadilan, seperti drama, puisi, novel,
musik dan lain-lain.
C.
Macam – Macam Keadilan
1. Keadilan Legal atau keadilan
Moral
Plato
berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari
masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang
adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok
baginya (Than man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral,
sedangkan Sunoto menyebutnya keadilan legal. Keadilan timbul karena penyatuan
dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang
membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat bilamana setiap
anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik menurut kemampuannya. Fungsi
penguasa ialah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam negara kepada masing-masing
orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang tidak mencampuri tugas dan
urusan yang tidak cocok baginya. Ketidak adilan terjadi apabila ada campur
tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras sebab hal
itu akan menciptakan pertentangan dan ketidak serasian. Misalnya seorang
pengurus kesehatan mencampuri urusan pendidikan, maka akan terjadi kekacauan.
2. Keadilan Distributif
Aristoles
berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama
diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama. Sebagai
contoh : Ali bekerja 10 tahun dan budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan
hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan
lamanya bekerja. Andaikata Ali menerima Rp.100.000,-maka Budi harus menerima
Rp. 50.000,-. Akan tetapi bila besar hadiah Ali dan Budi sama, justru hal
tersebut tidak adil.
3. Keadilan Komulatif
Keadilan
ini bertujuan memelihara ketertiban
masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan
itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan
yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidak adilan dan akan merusak atau
bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
Contoh :
Dr.Sukartono
dipanggil seorang pasien, Yanti namanya, sebagai seorang dokter ia menjalankan
tugasnya dengan baik. Sebaliknya Yanti menanggapi lebih baik lagi. Akibatnya,
hubungan mereka berubah dari dokter dan pasien menjadi dua insan lain jenis
saling mencintai. Bila dr. sukartono belum berkeluarga mungkin keadaan akan
baik saja, ada keadilan komutatif. Akan tetapi karena dr. sukartono sudah
berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah tangga, bahkan akan
menghancurkan rumah tangga. Karena dr. Sukartono melalaikan
kewajibannya sebagai suami, sedangkan Yanti merusak rumah tangga dr. Sukartono.
menghancurkan rumah tangga. Karena dr. Sukartono melalaikan kewajibannya
sebagai suami, sedangkan Yanti merusak rumah tangga dr. Sukartono.
D. Faktor-faktor lain yang melatarbelakangi
suatu keadilan
1. Kejujuran
Kejujuran
atau jujur artinya apa yang dikatakan
seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakannya sesuai dengan
kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang
benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan
yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan perbuatan-
perbuatan yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama dengan perbuatannya.
Karena itu jujur juga menepati janji atau kesanggupan yang terlampir melalui
kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam nuraninya yang berupa kehendak,
harapan dan niat.
Seseorang
yang tidak menepati niatnya berarti mendustai diri sendiri. Apabila niat telah
terlahirdalam kata-kata, padahal tidak ditepati, maka kebohongan disaksikan
orang lain. Sikap jujur perlu dipelajari oleh setiap orang, sebab kejujuran
mewujudkan keadilan, sedang keadilan menuntut kemulian abadi, jujur memberikan
keberanian dan ketentraman hati, agama dengan sempurna, apabila lidahnya tidak
suci. Teguhlah pada kebenaran, sekalipun kejujuran dapat merugikan, serta
jangan pula pendusta, walaupun dustamu dapat menguntungkan.
Barang
siapa berkata jujur serta bertindak sesuai dengan kenyataan, artinya orang itu
berbuat benar.Orang bodoh yang jujur adalah lebih baik daripada oarang pandai
yang lacung. Barang siapa tidak dapat dipercaya tutur katanya, atau tidak
menepati janji dan kesanggupannya, maka termasuk golongan orang munafik
sehingga tidak menerima bel;as kasihan Tuhan.
Pada
hakekatnya jujur atau kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi,
kesadaran pengakuan akan adanya sama hak dan kewajiban, serta rasa takut
terhadap kesalahan atau dosa. Adapun kesadaran moral adalah kesadaran tentang
diri kita sendiri karena kita melihat diri kita sendiri berhadapan dengan hal
baik buruk. Disitu manusia dihadapkan kepada pilihan antara halal dan yang
haram, yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, meskipun dapat dilakukan.
Dalam hal ini kita melihat sesuatu yang spesifik atau khusus manusiawi. Dalam
dunia hewan tidak ada soal tentang jujur dan tidak jujur, patut dan tidak
patut, adil dan tidak adil.
Kejujuran
bersangkut erat dengan masalah nurani. Menurut M. Alamsyah dalam bukunya Budi
nurani, filsafat berfikir, yang disebut nurani adalah sebuah wadah yang ada
dalam perasaan manusia. Wadah ini menyimpan suatu getaran kejujuran, ketulusan
dalam meneropong kebenaran Moral maupun kebenaran Illahi. Nurani yang
diperkembangkan dapat menjadi budi nurani yang merupakan wadah yang menyimpan
keyakinan. Jadi getaran kejujuran ataupun ketulusan dapat ditingkatkan menjadi
suatu keyakinan, dan atas diri keyakinan maka seseorang diketahui pribadinya.
Orang yang memiliki ketulusan tinggi akan memiliki kepribadian yang burukdan
rendah dan sering yakin pada dirinya . karena apa yang ada dalam nuraninya
banyak dipengaruhi oleh pikirannya yang kadang-kadang justru bertentangan.
Bertolak
ukur hati nurani seseorang dapat ditebak perasaan moril dan susilanya, yaitu
perasaan yang dihayati bila ia harus menentukan pilihan apakah hal itu baik atau
buruk, benar atau salah. Hati nurani bertindak sesuai dengan norma-norma
kebenaran akan menjadikan manusianya memiliki kejujuran, ia akan menjadi
manusia jujur. Sebaliknya orang yang secara terus menerus berpikir atau
bertindak bertentangan dengan hati nuraninya akan selalu
mengalami konflik batin, ia akan terus mengalami ketegangan dan sifat
kepribadiannya yang semestinya tunggal jadi terpecah. Keadaan demikian sangat
mempengaruhi pada jasmanimaupun rokhaninya yang menimbulkan penyakit
psikoneorosa. Perasaan etis atau susila ini antara lain wujudnya sebagai
kesadaran akan kewajiban, rasa keadilan ataupun ketidak adilan. Nilai- nilai
etis ini dikaitkan dengan hubunhan manusia dengan manusia lainnya.
Selain
nilai etis yang ditujukan kepada sesama manusia, hati nurani berkaitan erat
juga dalam hubungan manusia dengan Tuhan. Manusia yang memiliki budi nurani
yang amat peka dalam hubungannya dengan Tuhan adalah manusia agama yang selalu
ingat kepadaNya, sebagai sang Pencipta, selalu mematuhi apa yang diperintahnya,
berusaha untuk tidak melanggar larangan Nya, selalu mensyukuri apa yang
diberikan Nya, selalu merasa dirinya berdosa bila tidak menurut apa yang
digariskan Nya, akan selalu gelisah tidur bila belum menjalankan ibadah untuk
Nya. Berbagai hal yang menyebabkan orang
berbuat tidak jujur, mungkin karena tidak rela, mungkin karena pengaruh
lingkungan, karena sosial ekonomi, terpaksa ingin populer, karena sopan santun
dan untuk mendidik. Dalam kehidupan sehari-hari jujur atau tidak jujur
merupakan bagian hidup yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia itu
sendiri.
2. Kecurangan
Kecurangan
atau curang identik dengan ketidak jujuran atau tidak jujur, dan sama pula
dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan
jujur. Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan
hati nuraninya. Atau orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan
maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha.
Kecurangan
menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang
berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling
kaya dan senang bila masyarakat sekelilingnya hidup menderita.
Bermacam-macam
sebab orang melakukan kecurangan, ditinjau dari hubungan manusia dengan alam
sekitarnya ada empat aspek yaitu:
aspek ekonomi,
aspek kebudayaan; aspek
peradaban; aspek tenik.
Apabila
ke empat aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan
sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum, akan tetapi apabila manusia
dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki,maka manusia akan
melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan.
Tentang baik dan buruk Pujowiyatno dalam bukunya “filsafat sana-sini”
menjelaskan bahwa perbuatan yang sejenis dengan perbuatan curang, misalnya
berbohong, menipu, merampas, memalsu dan lain- lain adalah sifat buruk. Lawan
buruk sudah tentu baik. Baik buruk itu berhubungan dengan kelakuan manusia.
Pada diri manusia seakan –akan ada perlawanan antara baik dan buruk. Baik
merupakan tingkah laku, karena itu diperlukan ukuran untuk menilainya, namun
sukarlah untuk mengajukan ukuran penilaian mengenai hal yang penting ini. Dalam
hidup kita mempunyai semacam kesadaran dan tahulah kita bahwa ada baik dan lawannya
pada tingkah
laku tertentu juga agak mudah menunjuk mana yang baik, kalau tidak baik tentu
buruk.
3. Pemulihan Nama Baik
Nama
baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak
tercela. Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar namanya tetap baik.
Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang/tetangga adalah suatu kebanggaan
batin yang tak ternilai harganya. Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan
tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan nama baik atau tidak baik itu
adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan
perbuatan itu antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin
pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan – perbuatan yang dihalalkan agama dan
sebagainya.
Tingkah
laku atau perbuatan yang baik dengan nama baik itu pada hakekatnya sesuai
dengan kodrat manusia yaitu ;
manusia menurut sifatnya adalah mahluk
bermoral, ada aturan-aturan yang berdiri
sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan dirinya sendiri sebagai
pelaku moral tersebut.
Pada
hakekatnya pemulihan nama baik adalah
kesadaran manusia akan segala kesalahannya, bahwa apa yang diperbuatnya tidak
sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan akhlak. Akhlak berasal dari
bahasa Arab akhlaq bentuk jamak dari khuluq dan dari akar kata ahlaq yang
berarti penciptaan. Oleh karena itu tingkah laku dan perbuatan manusia harus
disesuaikan dengan penciptanya sebagai manusia. Untuk itu orang harus
bertingkah laku dan berbuat sesuai dengan ahlak yang baik.
Ada
tiga macam godaan yaitu ;
1).
derajad / pangkat,
2).
harta;
3).
wanita.
Bila
orang tidak dapat menguasai hawa nafsunya, maka ia akan terjerumus kejurang
kenistaan karena untuk memiliki derajat/pangkat, harta dan wanita itu dengan
mempergunakan jalan yang tidak wajar. Jalan itu antara lain, fitnah,
membohongi, suap, mencuri, merampok, dan menempuh semua jalan yang diharamkan.
4. Pembalasan
Pengertian
pembalasan adalah reaksi atas perbuatan orang lain yang dilakukan kepada kita
yang kita ungkapkan baik secara positif maupun negatif. Pembalasan merupakan
suatu reaksi atau perbuatan orang lain. Reaksi itu berupa perbuatan yang
serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang
seimbang. Sebagai contoh ; A memberikan makanan kepada B, dilain kesempatan B
memberikan minuman kepada A. Perbuatan tersebut merupakan perbuatan serupa, dan
ini merupakan pembalasan.
Dalam
Al-Qur`an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan
bagi yang bertaqwa kepada Tuhan diberikan pembalasan dan bagi yang mengingkari
perintah Tuhanpun diberikan
pembalasan,
dan pembalasan yang diberikanpun pembalasan yang seimbang, karena Allah Maha
Adil. Sebesar apapun perbuatan kita pasti akan ada balasannya. Sebagaimana disebutkan
dalam Al-Qur’an :
Barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat
(balasan)nya. dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun,
niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula. (QS.Al- zalzalah: 7-8)
Pembalasan
disebabkan oleh adanya pergaulan , pergaulan yang bersabahat mendapat balasan
yang bersahabat, sebaliknya, pergaulan yang penuh kecurigaan menimbulkan
balasan yang tidak bersahabat pula.
Pada
dasarnya manusia adalah mahluk moral dan mahluk sosial. Dalam bergaul manusia
harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat
amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya
adalah perbuatan yang melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia lain.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jadi,
Manusia dan keadilan pada intinya terletak pada keseimbangan atau keharmonisan
antara menuntut hak, dan kewajiban manusia itu sendiri. Menurut pendapat yang
lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan perlakuan yang
seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut
hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain. keadilan adalah keadaan
bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang
memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama. Keadilan adalah kata kunci
yang menentukan selamat tidaknya manusia di muka bumi. Tanpa keadilan manusia
pasti hancur. Menegakkan keadilan adalah kewajiban setiap manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar